Kamis, 12 September 2013

Domba tapi Sebenarnya Serigala


Domba tapi Sebenarnya Serigala
Oleh: Eka Darmaputera

SUKSES! Betapa ia dikejar! Betapa ia didamba! Diyakini sebagai jaminan, di mana manusia akan mendapatkan semua yang dicarinya. Sebab, pikirnya, itulah-atau di situlah-kebahagiaan itu!

Namun, dalam kenyataan, betapa acap dan betapa kerap, sukses yang paling didamba itu, justru hanya membawa bencana dan mala-petaka. Menjerumuskan manusia ke pelbagai derita. Demikian, bukan?

Kontradiksi ini sungguh perlu dicamkan, khususnya oleh para pemimpin. Ini artinya, oleh kita semua. Namun lebih khusus lagi, oleh para pemimpin yang tergolong "sukses". Yang tenar bak selebritas.

Yang menjulang bak gedung tinggi. Dan mencorong bak mentari tengah hari, teristimewa untuk merekalah, sukses adalah lubang perangkap yang menganga. Siap menjerat siapa saja dan kapan saja.

Itulah yang dialami oleh dua gerakan yang, menurut McCracken, punya peran fenomenal bagi kebangkitan gereja-gereja. Sukses besar yang dicapai oleh gereja-gereja Pentakosta dan Gerakan Kharismatik dalam menembus kebekuan, dan memulihkan vitalitas serta dinamika gereja, ternyata tak luput diiringi pula oleh "kontradiksi" yang tak kalah spektakulernya.

DUNIA pernah heboh besar, ketika pers secara luas menguak rahasia, yang selama ini tersembunyi rapat-rapat, di balik kekudusan dan kekhidmatan ritual-ritual keagamaan mereka. Tentang gaya hidup penginjil-penginjil "top" mereka, yang omzet pendapatannya mencapai miliaran dolar, tapi tidak membayar pajak.

Tentang gaya hidup bermewah-mewah mereka, yang tak kalah dari kaisar-kaisar Romawi tempo doeloe, -- mansion yang luar biasa mewah; kandang anjing yang ber-AC; peralatan rumah dari mas tulen; mobil-mobil eksklusif; dan sebagainya.

Ini tentu saja menimbulkan syok berat, terutama bagi ratusan ribu-kalau tidak jutaan-umat, yang selama bertahun-tahun dengan ketulusan, tapi sekaligus dari tengah hidup mereka yang pas-pasan, secara teratur menyisihkan 5-10 dollar setiap minggu.

Ternyata pengorbanan mereka itu, cuma dimanfaatkan untuk membiayai gaya hidup yang kelewat boros para rohaniwan pujaan itu! Begitu patah arangnya, beberapa orang sampai bernazar, "Seumur hidup saya, tidak bakalan lagi saya akan percaya pada rohaniwan, khususnya yang mengenakan jam ROLEX di pergelangan tangannya!".

Belum lagi ketika pers juga mengungkap skandal-skandal seks dan imoralitas yang terjadi. Setelah ibadah-ibadah pembawa suasana sorga usai. Setelah umat berbondong-bondong pulang ke rumah mereka, membawa tekad yang lebih kuat untuk hidup lebih sempurna. Tapi tidak begitu pemimpin-pemimpin mereka!

Saya masih ingat ketika, "PTL" yang seharusnya adalah kependekan dari "Praise the Lord" (= "Pujilah Tuhan"), dipelesetkan menjadi "Pay the Lady" (= "Bayarlah si Perempuan"). Maksudnya, supaya tutup mulut.

Dan bila yang di atas itu belum cukup juga, maka yang tak kurang menyedihkan, adalah apa yang terjadi di balik kotbah-kotbah mereka tentang "kasih", tentang "persatuan", tentang "pengampunan". Yang terjadi adalah perang tersembunyi di antara para penginjil "besar" itu. Komplit dengan semua bentuk intrik dan segala macam taktik keji dunia, yang biasanya mereka kutuki dari mimbar, dengan mulut yang berbusa dan dengan suara yang menggelegar.

PERTANYAAN kita adalah, bagaimana semua ini mungkin terjadi? Andaikata ini terjadi di dunia dagang, atau di dunia politik, atau di dunia sekuler pada umumnya, oke-lah! Tapi ini terjadi di kalangan orang-orang yang banyak diidolakan sebagai "raksasa-raksasa rohani" abad ini!

Bagaimana realitas ini dapat dijelaskan secara masuk akal? Bagaimana sukses yang begitu ilahi, kok sampai bisa hadir bersama-sama dengan kegelapan yang begitu satanik? Betulkah kata sementara orang, bahwa "skandal" adalah teman seiring, bahkan sisi yang lain, dari "sukses"? Maksud saya, begitu "sukses" direngkuh, maka munculnya "skandal" hanya soal waktu?

Jawabnya, bukan hanya mungkin, tapi nyaris selalu! Dan inilah yang mesti terus menerus diingat serta disadari - jangan pernah tidak -- oleh para pemimpin, khususnya pemimpin-pemimpin yang berhasil! Bahwa sukses bukanlah "titik aman", melainkan "titik kritis"!

Bahwa "sukses", seperti halnya "revolusi", adalah "predator" - pemangsa lahap - yang tak segan-segan memakan anak-anaknya sendiri! Pemimpin-pemimpin teladan seperti Abraham, Daud, Salomo pun tak luput dari "hukum besi" ini! Tersandung oleh kesuksesan mereka sendiri.

Bahkan Yesus! Secara langsung Ia pernah mengalami "pencobaan" ini. Yakni tatkala Iblis berkata kepada-Nya, "Segala kuasa dan kemuliaan kerajaan dunia ini akan kuberikan kepada-Mu . jikalau Engkau menyembah aku" (Lukas 4:6-7). Wah, sekiranya ini ditawarkan kepada Anda atau kepada saya, mana tahaaan?!

YANG sulit ternyata bukan terutama bagaimana meraih sukses dengan cara yang bersih. Melainkan bagaimana mempertahankannya, agar kepemimpinan yang sukses itu tetap bersih! Sebab yang lebih sering terjadi adalah sebaliknya. Pemimpin yang mengawali kepemimpinannya sebagai tokoh teladan, tapi mengakhirinya sebagai tiran. Bukankah ini yang terjadi pada Soekarno? Dan Soeharto? Dan Mao Ze-dong? Dan Mugabe?

Karena itu setiap kali berbicara mengenai kepemimpinan, saya tidak akan pernah bosan mengulang dan mengulang, berbicara tentang MOTIVASI. O, saya tahu benar, betapa kepemimpinan itu pada hakikatnya "selalu menggoda" tapi juga "selalu digoda"! "Menggoda" untuk dikejar. "Digoda" untuk dijatuhkan.

Di sinilah - menghadapi godaan tersebut -- motivasi mengalami ujian yang sebenarnya. Kepemimpinan seseorang ditelanjangi habis-habisan. Disingkap dan diungkap motivasi apa yang sesungguhnya ada di baliknya. Apakah motivasi yang mendorongnya untuk terus bertahan? Atau, "mana tahaaan?!"

Yang jauh lebih parah adalah, bila sedari awal motivasinya saja sudah keliru. Misalnya, orang yang ingin menjadi pegawai negeri, dengan motivasi ingin kerja sedikit tapi "sabetan"nya banyak. Orang yang berani bayar mahal untuk menjadi anggota parlemen, karena yakin bahwa tak sampai setahun modal pasti kembali. Atau pengusaha yang beralih profesi jadi pendeta, karena "bisnis injil" agaknya adalah satu-satunya bisnis yang tak mengenal istilah resesi. "Bisnis" yang "low risk, high profit". Risko kecil, untung besar.

BAHWA salah satu konsekuensi dari kepemimpinan yang sukses adalah banyaknya godaan, ini berulang-ulang telah diperingatkan di dalam Alkitab. Maksudnya adalah agar yang bersangkutan secara teratur melakukan introspeksi, dan kita - umat - tidak pernah lengah mewaspadai.

Nabi Yeheskiel dengan amat gamblang mengingatkan, bahwa kepemimpinan yang "sukses" (baca: kepemimpinan yang "kuat") tidak dengan sendirinya menjamin kepemimpinan yang "baik". Ada gembala yang baik, dan ada gembala yang jahat. Sebab itu, hati-hatilah memilih pemimpin Anda!

Apa ciri "gembala" alias "pemimpin" yang jahat itu, menurut ukuran Allah? Yaitu gembala yang hanya "menggembalakan diri sendiri". Pemimpin yang hanya memikirkan kepentingannya sendiri.

Sedang mengenai "domba-domba" yang seharusnya mereka gembalakan? "Kamu menikmati susunya., dari bulunya kamu buat pakaian, yang gemuk kamu sembelih, tetapi domba-domba itu sendiri tidak kamu gembalakan.

Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekersaan dan kekejaman" (Yeheskiel 34:2-4).

Jadi garis pemisah antara pemimpin yang baik dan pemimpin yang jahat sebenarnya amat jelas. Yaitu, kepentingan siapa yang diutamakan? Namun demikian, menurut Yesus, mengenali mana yang palsu dan mana yang asli, itulah yang tidak mudah. Sebab pemimpin palsu itu kelewat pintar dengan tipu muslihat. Domba, tapi sebenarnya serigala.

Dan mereka itu ada di mana-mana! Termasuk di tempat-tempat yang tak pernah kita bayangkan bisa menjadi tempat operasi mereka. Menyangkut orang-orang yang tak pernah masuk dalam rekaan kita, bisa melakukan perbuatan senista itu!

Kata Yesus, "Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul, dan mereka akan mengadakan tanda-tanda dan mujizat-mujizat, dengan maksud, sekiranya mungkin, menyesatkan orang pilihan. Hati-hatilah kamu! Aku sudah terlebih dahulu mengatakan semuanya ini kepada kamu' (Markus 13:22-23).

Padahal, bukankah bagi kebanyakan kita, kemampuan melakukan mujizat adalah ukuran "sukses"? Dan "sukses" adalah ukuran kepemimpinan seseorang? Tidak!, kata Yesus. "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar sebagai domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. DARI BUAHNYALAH KAMU AKAN MENGENAL MEREKA" (Matius 7:15-16).

Tidak semua yang berkilau itu mas. Tidak semua pemimpin - termasuk yang kelihatan hebat -- membawa berkat. Ukurannya adalah "buah" yang mereka hasilkan! Benarkah mereka "domba" atau sebenarnya "serigala"?*** 100604

Tidak ada komentar:

Posting Komentar